Selasa, 02 Februari 2021

SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA NAHDLATUL ULAMA ( NU )



Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), atau yang lebih dikenal dengan  NU, adalah sebuah organisasi Islamterbesar di Indonesia.  Sejarah hari lahir NU terjadi 93 tahun silam, tepatnya tanggal 31 Januari 1926. Pendirian NU digagas para kiai ternama dari Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, yang menggelar pertemuan di kediaman K.H. Wahab Chasbullah di Surabaya. Organisasi ini bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.

Keberadaan organisasi Nahdlatul 'Ulama (NU) merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah. Selain itu, sebagaimana organisasi-organisasi pribumi lain yang lahir di masa penjajahan, pada dasarnya merupakan perlawanan terhadap para penjajah yang mengekspoitasi Nusantara. Berdirinya NU merupakan kebangkitan kesadaran sosial kebangsaan yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam umumnya.

Embrio lahirnya organisasi NU juga berangkat dari sejarah pembentukan Komite Hijaz. Problem keagamaan global yang dihadapi para ulama pesantren saat itu ialah ketika Dinasti Saud di Arab Saudi berkeinginan membongkar makam baginda Nabi Muhammad SAW. Pada saat itu  makam baginda Nabi Muhammad SAW menjadi tujuan ziarah seluruh Muslim di dunia yang menurut dinasti Saud di Arab Saudi dianggap bid’ah. Selain itu, Raja Saud juga ingin menerapkan kebijakan untuk menolak praktik bermazhab di wilayah kekuasaannya. Karena ia hanya ingin menerapkan Wahabi sebagai mazhab resmi kerajaan.

Rencana kebijakan tersebut kemudian dibawa ke Muktamar Dunia Islam (Muktamar ‘Alam Islami) di Makkah. Bgai ulama pesantren, sentimen anti-mazhab yang cenderung puritan dengan berupaya memberangus tradisi dan budaya yang berkembang di dunia Islam menjadi ancaman bagi kemajuan peradaban Islam itu sendiri.

Choirul Anam (2010) mencatat bahwa KH Abdul Wahab Chasbullah bertindak cepat ketika umat Islam yang tergabung dalam Centraal Comite Al-Islam (CCI)--dibentuk tahun 1921--yang kemudian bertransformasi menjadi Centraal Comite Chilafat (CCC)—dibentuk tahun 1925--akan mengirimkan delegasi ke Muktamar Dunia Islam di Makkah tahun 1926.

Sebelumnya, CCC menyelenggarakan Kongres Al-Islam keempat pada 21-27 Agustus 1925 di Yogyakarta. Dalam forum ini, Kiai Wahab secara cepat menyampaikan pendapatnya menanggapi akan diselenggarakannya Muktamar Dunia Islam. Usul Kiai Wahab antara lain: “Delegasi CCC yang akan dikirim ke Muktamar Islam di Makkah harus mendesak Raja Ibnu Sa’ud untuk melindungi kebebasan bermazhab. Sistem bermazhab yang selama ini berjalan di tanah Hijaz harus tetap dipertahankan dan diberikan kebebasan”.

Kiai Wahab beberapa kali melakukan pendekatan kepada para tokoh CCC yaitu W. Wondoamiseno, KH Mas Mansur, dan H.O.S Tjokroamonoto, juga Ahmad Soorkatti. Namun, diplomasi Kiai Wahab terkait Risalah yang berusaha disampaikannya kepada Raja Ibnu Sa’ud selalu berkahir dengan kekecewaan karena sikap tidak kooperatif dari para kelompok modernis tersebut.

 Hal ini membuat Kiai Wahab akhirnya melakukan langkah strategis dengan membentuk panitia tersendiri yang kemudian dikenal dengan Komite Hijaz pada Januari 1926. Pembentukan Komite Hijaz yang akan dikirim ke Muktamar Dunia Islam ini telah mendapat restu KH Hasyim Asy’ari.

Perhitungan sudah matang dan izin dari KH Hasyim Asy’ari pun telah dikantongi. Maka pada 31 Januari 1926, Komite Hijaz mengundang ulama terkemuka untuk mengadakan pembicaraan mengenai utusan yang akan dikirim ke Muktamar di Mekkah. Para ulama dipimpin KH Hasyim Asy’ari datang ke Kertopaten, Surabaya dan sepakat menunjuk KH Raden Asnawi Kudus sebagai delegasi Komite Hijaz.

Namun setelah KH Raden Asnawi terpilih, timbul pertanyaan siapa atau institusi apa yang berhak mengirim Kiai Asnawi? Maka lahirlah Jam’iyah Nahdlatul Ulama (nama ini atas usul KH Mas Alwi bin Abdul Aziz) pada 16 Rajab 1344 H yang bertepatan dengan 31 Januari 1926 M.

Riwayat-riwayat tersebut berkelindan satu sama lain, yaitu ikhtiar lahir dan batin. Peristiwa sejarah itu juga membuktikan bahwa NU lahir tidak hanya untuk merespons kondisi rakyat yang sedang terjajah, problem keagamaan, dan problem sosial di tanah air, tetapi juga menegakkan warisan-warisan kebudayaan dan peradaban Islam yang telah diperjuangkan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Tepat pada 31 Januari 2021, Nahdlatul Ulama berusia 95 tahun dalam hitungan tahun masehi. Sedangkan pada 16 Rajab 1441 , NU menginjak umur 97 tahun. Selama hampir satu abad tersebut, NU sejak awal kelahirannya hingga saat ini telah berhasil memberikan sumbangsih terhadap kehidupan beragama yang ramah di tengah kemajemukan bangsa Indonesia. Setiap tahun, Harlah NU diperingati dua kali, 31 Januari dan 16 Rajab. (dr)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TIGA KIAI PENGGAGAS DZIKRUL GHOFILIN

                Awal kemunculan “Dzikrul Ghofilin” bermula sejak tahun 1960, yang digagas oleh tiga kiai yakni, Kiai Hamid Pasuruan, Kiai Ha...