PENDAPAT TOKOH (IMAM) YANG BOLEH DIFATWAKAN
PERTANYAAN:
PENDAPAT SIAPAKAH YANG DAPAT/BOLEH DIPERGUNAKAN UNTUK BERFATWA DI ANTARAPENDAPAT-PENDAPAT YANG BERBEDA DARI ULAMA SYAFI’IYYAH?
JAWABAN:
Yang boleh/dapat dipergunakan berfatwa ialah:
a. Pendapat yang terdapat kata sepakat antara Imam Nawawi dan Imam Rafi’i.
b. Pendapat yang dipilih oleh Imam Nawawi saja.
c. Pendapat yang dipilih oleh Imam Rafi’i saja.
d.Pendapat yang disokong oleh ulama terbanyak.
e. Pendapat ulama yang terpandai.
f. Pendapat ulama yang paling wira’i.
Keterangan, dari kitab:
- I’anah al-Thalibin
إِنَّ الْمُعْتَمَدَ فِى الْمَذْهَبِ لِلْحُكْمِ وَالْفَتْوَى مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ الشَّيْخَانِ فَمَا جَزَمَ عَلَيْهِ النَّوَوِيُّ فَالرَّافِعِيُّ فَمَا رَجَّحَهُ اْلأَكْثَرُ فَاْلأَعْلَمُ فَاْلأَوْرَعُ ..... فَإِنْ قُلْتَ مَا الَّذِيْ يُفْتَى بِهِ مِنَ الْكُتُبِ وَمَا الْمُقَدَّمُ مِنْهَا وَمِنْ الشُّرُوْحِ وَالْحَوَاشِيْ كَكُتُبِ ابْنِ حَجَرٍ وَالرَّمْلِيَيْنِ وَشَيْخِ اْلإِسْلاَمِ وَالْخَطِيْبِ وَابْنِ الْقَاسِمِ وَالْمَحَلِّيِّ وَالزِّيَادِيِّ وَالشِّبْرَمُلِّيْسِيِّ وَابْنِ زِيَادٍ الْيَمَنِي وَالْقُلْيُوْبِيِّ وَغَيْرِهِمْ فَهَلْ كُتُبُهُمْ مُعْتَمَدَةٌ أَوْ لاَ؟ وَهَلْ يَجُوْزُ اْلأَخْذُ بِقَوْلِ كُلٍّ مِنْ اَلْمَذْكُوْرِيْنَ إِذَا اخْتَلَفُوْا أَوْ لاَ؟ إِلَى أَنْ قَالَ، اَلْجَوَابُ كَمَا يُؤْخَذُ مِنْ أَجْوِبَةِ الْعَلاَّمَةِ الشَّيْخِ سَعِيْدِ بْنِ مُحَمَّدٍ سُنْبُوْلِي اَلْمَكِّيِّ وَالْعُمْدَةُ عَلَيْهِ كُلُّ هَذِهِ الْكُتُبِ مُعْتَمَدَةٌ وَمُعَوَّلٌ عَلَيْهَا لَكِنْ مَعَ مُرَاعَاةِ تَقْدِيْمِ بَعْضِهَا عَلَى بَعْضٍ وَاْلأَخْذُ بِالْعَمَلِ لِلنَّفْسِ يَجُوْزُ بِالْكُلِّ. وَأَمَّا اْلإِفْتَاءُ فَيُقَدَّمُ مِنْهَا عِنْدَ اْلإِخْتِلاَفِ التُّحْفَةُ وَالنِّهَايَةُ فَإِنِ اخْتَلَفَا فَيُخَيِّرُ الْمُفْتِي بَيْنَهُمَا إِنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلاً لِلتَّرْجِيْحِ فَإِنْ كَانَ أَهْلاً لَهُ فَيُفْتِي بِالرَّاجِحِ . Sesungguhnya yang dijadikan landasan (pedoman) dalam mazhab (al-Syafi’i) ketika menentukan suatu hukum dan fatwa adalah (1) yang disepakati oleh Imam Nawawi dan Rafi’i, (2) yang ditetapkan oleh (3) yang ditetapkan oleh Imam Rafi’i, (4) yang diunggulkan oleh mayoritas ulama, (5) oleh orang yang paling alim, (6) oleh orang yang paling saleh (wira’i). Apabila anda bertanya: “Kitab-kitab apakah yang bisa dijadikan pedoman untuk berfatwa dari kitab-kitab, syarah, hawasy (catatan pinggir), seperti kitab karya Ibn Hajar, Imam Ramli dan Rafi’i, Syaikh al-Islam al-Khatib, Ibn Qasim, al-Mahalli, al-Ziyadi, Syibramullisi, Ibn Ziyad al-Yamani, al-Qulyubi dan yang lain? Apakah kitab-kitab mereka ini bisa dijadikan pedoman atau tidak? Dan apakah boleh atau tidak berpedoman pada individu masing-masing ulama yang telah disebutkan tersebut, apabila mereka berbeda pendapat?” Jawabnya adalah sebagaimana yang diperoleh dari jawaban al-’Allamah Sa’id Ibn Muhammad Sunbuli al-Makki, seluruh kitab-kitab tersebut di atas bisa dijadikan pedoman dan rujukan, akan tetapi harus tetap memperhatikan untuk bisa mendahulukan sebagian dari yang lain. Sedangkan untuk pengamalan diri sendiri boleh secara keseluruhan. Dalam memberikan fatwa, jika terjadi perbedaan ia harus mendahulukan kitab al-Tuhfah dan al-Nihayah dibanding yang lain. Jika keduanya berbeda, ia boleh memilih antara keduanya; apabila ia memang tidak mampu mengunggulkan salah satunya, namun jika dia mampu, ia harus berfatwa dengan yang lebih unggul (rajih).
Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, (Mesir: al-Tijariyah al-Kubra, t.th.) Jilid I, h. 19
Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 2
KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-1
Di Surabaya Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H. / 21 Oktober 1926 M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar